Laman

Selasa, 20 September 2011

8 Oknum Lurah Terancam Di Bui

Medan - Lifaktual : Delapan lurah di Kota Medan terancam masuk bui terkait kasus dugaan korupsi uang distribusi sampah. Kasus ini sudah lama ditangani penyidik Kejaksaan Negeri Medan. Namun hingga kini belum juga tuntas. Hal ini dikarenakan mangkirnya kedelapan oknum lurah tersebut dari panggilan penyidik Kejaksaan Negeri Medan.

Kasi Penyidikan Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Medan, Dharmabella Tymbasz, mengatakan, seharusnya delapan pejabat kelurahan yang terlibat penggelapan dana distribusi sampah hadir  memenuhi panggilan kedua yang  dijadwalkan berlangsung kemarin, (16/9), tetapi tidak datang juga.

Akan dilakukan lagi panggilan ketiga guna pemeriksaan lebih lanjut terkait penggelapan uang distribusi sampah kepada mereka. Surat pemanggilan ketiga sudah dilayangakan Kejaksaan Negeri Medan kepada yang bersangkutan. Semoga mereka datang pekan depan, katanya.

Lanjutnya, apabila pemanggilan ketiga, kedelapan lurah itu juga tidak datang, maka mereka akan dipanggil secara paksa. Kalau tiga kali mangkir dan tidak korporatif maka yang bersangkutan dipanggil secara paksa, tegasnya.

Kelima lurah yang saat ini dipanggil sebagai saksi itu di antaranya, Lurah Kelurahan Harjosari I, Kelurahan Sitirejo III, Kelurahan Dwikora, Kelurahan Timbang Deli, dan Kelurahan Tegal Sari Mandala I.

Sementara itu tiga lurah yang telah dijadikan tersangka, di antaranya, Lurah Kelurahan Sei Putih Tengah berinisial IG, Lurah Kelurahan Sidorejo berisial AF, dan Lurah Kelurahan Sei Rengas II berinisial J.

Sebenarnya ada 37 mantan lurah di Kota Medan  yang masuk dalam bidikan Kejaksaan Negeri (Kejari Medan) terkait kasus korupsi dana wajib retribusi sampah (WRS) 2004-2010 sebesar Rp5,3 miliar mendapat kritikan tajam dari anggota DPRD Medan. Masalah ini semakin pelik ketika terungkap bahwa dana WRS tersebut tidak disetorkan ke Dinas Kebersihan Kota Medan, melainkan digunakan sendiri.

Menanggapi hal ini, Anggota Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Godfried Lubis, mengatakan kasus ini bermula pada tahun 2005 warga yang membayar WRS diserahkan kepada Kepala Lingkungan (Kepling) setempat, Kepling mendapat wewenang dari lurah. Lalu dana WRS tersebut tidak diserahkan ke Dinas Kebersihan.

Dana tersebut digunakan oleh ke 37 Mantan lurah Kota Medan, dan setelah kasus ini terungkap mereka berjanji untuk mengembalikan dana tersebut, baik langsung lunas maupun dicicil, ungkapnya.

Menurut Godfried, permasalahan kasus korupsi dana WRS ini bukan hanya terjadi pada periode 2004-2010. Pada bulan Januari 2011, saya mendapat data dari Dinas Kebersihan bahwa jumlah kepala rumah tangga di Kota Medan yang membayar WRS yakni 69 ribu kepala rumah tangga, katanya.

Godfried menilai data tersebut sudah dimanipulasi, dan sangat tidak mungkin. Mengingat populasi penduduk di Kota Medan mencapai 2,8 juta jiwa. Data base-nya tidak benar, saya akan meminta kembali data yang sebenarnya ke Dinas Kebersihan, ungkapnya.

Terkait temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK), bahwa kerugian dana WRS berkurang dari Rp.13,5 miliar menjadi Rp. 5,3 miliar, Godfried menilai tidak ada pengawasan yang dilakukan oleh Inspektorat terhadap BPK. “Seharusnya diawasi kerugiannya, kenapa bisa berkurang sekarang? Dan untuk mantan lurah  yang terkena kasus ini mohon dicopot saja statusnya sebagai Pegawai, (PNS, red.) tegasnya.

Apakah DPRD akan memanggil pihak Pemko untuk membahas permasalahan ini ?, Godfried mengatakan pihaknya akan serahkan kasus ini sepenuhnya ke pihak Kejari Medan untuk diusut, ujarnya.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Kejari Medan membidik 37 mantan lurah di Kota Medan yang terindikasi melakukan korupsi dana retribusi sampah. Untuk tahap awal, kejari menetapkan mantan Lurah Sei Rengas Permata Joenizar,Lurah Sei Putih Tengah Irwansyah Ginting,dan Lurah Sidorejo, Fauzi Nasution, sebagai tersangka. Selain itu, lima mantan lurah lagi diperiksa saksi dan tidak tertutup kemungkinan statusnya berubah menjadi tersangka.

Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasipidsus) Kejari Medan, Dharmabella Tymbaz, mengatakan, kerugian negara tidak hanya berasal dari delapan kelurahan, tapi menyebar hampir ke semua kelurahan yang ada sehingga tidak tertutup kemungkinan adanya penambahan jumlah tersangka. Uang yang diduga dikorupsi masing-masing lurah jumlahnya bervariasi, antara Rp100 juta-300 juta.

Kemungkinan ada 37 lurah turut mencicipi uang korupsi tersebut, tegasnya. Syaminan membeberkan, ada tiga kategori penyebab dugaan korupsi ini seusai dengan karakteristik masing-masing lurah. Pertama, bonggol atau karcis yang tidak dibayar masyarakat yang namanya masuk daftar WRS. Namun, sisa karcis tidak bisa dipertanggungjawabkan. Kedua, terpakai pengutip, dalam hal ini lurah. Ketiga, karcis hilang, ujarnya.(Ep/Lifaktual)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar