Kasat Tipikor Poldasu, AKBP Verdy Kalele mengungkapkan bahwa
penyidik Tipikor Polda Sumut siap mengusut kasus ini bila ada yang
melaporkan adanya dugaan penyelewengan yang terjadi di proyek CBD tersebut.
Kalau ada yang melaporkan, bisa kita tindaklanjuti, dan laporan itu akan kita
serahkan ke Direktur. Baru direktur yang memerintahkan saya untuk
menindaklanjuti laporan tersebut, tegasnya.
Mengenai tunggakan PBB dan BPHTB itu, Sekda Medan Syaiful
Bahri yang sempat dikonfirmasi Sumut Pos beberapa waktu lalu menyatakan,
berdasarkan perjanjian antara Pemko Medan dan CBD Polonia menyangkut Perda yang
diatur dalam UU Nomor 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah.
Berdasarkan Perda tersebut, penagih tunggakan adalah Dinas
Pendapatan Daerah (Dispenda) Medan. Ada persoalan lain lagi menyangkut CBD
yakni, status tanah pusat bisnis yang memiliki seribu ruko (rumah toko) itu
juga tidak jelas. Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Medan, yang ditunjuk
memperjelas status tanah tersebut, hanya sebatas mengimbau dan tak bisa
memaksa.
Mengenai hal itu, Wali Kota Medan Rahudman Harahap mendapat
sorotan tajam pada pemandangan umum DPRD Medan tentang LPJ APBD Pemko Medan 2010.
Rahudman menyatakan, tanah yang dibangun oleh PT CBD Polonia sampai saat ini
belum memiliki Hak Pengelola Lahan (HPL). Sementara BPHTB dapat tertagih
kalau HPL nya sudah ada.
Disisi lain, Ketua Fraksi PDS
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Medan, Landen Marbun akan mendesak
Pemerintah Kota (Pemko) Medan untuk membawa kasus tunggakan menajemen CBD
Polonia, Medan Polonia, ke langkah hukum agar menjadi efek jera. Hal itu
dilakukan sebagai dampak kesadaran pengembang (CBD Polonia) agar menjadi efek
jera dengan mengajukannya ke langkah hukum,” ujarnya.
Lanjutnya, keseriusan Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda)
Kota Medan untuk menagih karena itu merupakan bagian kewenangan Badan
Pertanahan Nasional (BPN) Medan. Inikan peralihan dari BPN ke Dispenda untuk
menagih agar bisa meminalisir kebocoran-kebocoran yang mungkin terjadi,
termasuk tunggakan pajak PBB dan BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan) sebesar Rp23.623.617.697 (Rp23,6 miliar). Tunggakan itu masing-masing
PBB sebesar Rp1.941.029.497 dan BPHTB sebesar Rp21.682.588.200, katanya.
Landen juga heran dengan CBD Polonia yang bertaraf
Internasional bisa nunggak. “Dengan begitu, para pebisnis atau pengembang di
CBD Polonia jangan menggunakan metode siasat untuk menghindar dari Pajak.Kita minta
kecerdasan dari Dispenda untuk menagih tunggakan pajak PBB dan BPHTB yang
sangat besar itu, katanya.
Dengan begitu, lanjut Landen, dikarenakan proyek tersebut
merupakan proyek Properti yang sudah mapan dan sudah menjadi catatan untuk
menjadi bahan pembahasan dalam R APBD 2011 di Bulan Oktober.
Ini merupakan bahagian yang akan menjadi Warning
(peringatan) ke Dispenda agar tak ada tunggakan lagi. Kalau Dispenda tak mampu
menagihnya, ini membuktikan akan kekhawatiran Sumber Daya Manusia (SDM) lemah
adalah benar, ketusnya.
Dijelaskannya, pusat bisnis yang memiliki 1.000 ruko (rumah
toko) itu, status tanahnya juga tidak jelas sudah dilakukan semua pebisnis
properti untuk menghindar dari BPHTB. Ini merupakan siasat dari pengembang
dengan membebankan BPHTB kepada pembeli. Semua pebisnis sudah melakukan hal
seperti ini. Ini harus menjadi contoh kepada Pemerintah kita, ungkapnya.
Menurut Landen, Pemerintah Kota Medan tidak serta merta
harus memberikan seluruh izin
pembangunan tersebut. Seharusnya, begitu selesai melakukan
peralihan hak antara CBD dengan Pemko harus melunasi BPHTBnya dulu.
Hal ini membuktikan kalau semua perizinan akan berdampak.
Dengan begitu, kita juga menghimbau kepada pembeli untuk membeli rumah sesuai dengan
proses yang benar, ungkapnya. (Ep/Lifaktual)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar